Sunday, February 26, 2017

Komunikasi, Motivasi dan Koordinasi Dalam Organisasi

Dalam kesempatan ini saya akan membahas tentang apa komunikasi, Motivasi dan koordinasi dalam sebuah organisasi yang setidaknya memberikan gambaran umum tentang pemahaman komunikasi dan koordinasi itu sendiri dalam sebuah sistem organisasi

1. Komunikasi

Komunikasi merupakan suatu proses pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan yang terjadi di dalam diri seseorang dan di antara dua atau lebih dengan tujuan tertentu. Definisi tersebut memberikan beberapa pengertian pokok yaitu komunikasi adalah suatu proses mengenai pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pengolahan.

Fungsi-Fungsi Komunikasi : 

  • Fungsi kontrol komunikasi dalam pandangan fungsi kontrol adalah sebagai cara untuk mengetahui apakah orang lain tetap sesuai pada jalur yang di tetapkan oleh kita atau tidak, dan juga mengetahui bagaimana keadaan orang lain sehingga kita bisa memutuskan sesuatu yang sesuai dengan keadaan orang tersebut. 
  • Informasi Komunikasi merupakan sebuah proses untuk memberikan informasi dari sumber kepada tujuan yang pada akhirnya melahirkan feedback(tanggapan atau umpan balik) 
  • Motivasi fungsi komunikasi juga sebagai alat untuk memberikan motivasi kepada orang lain, fungsi motivasi dan control pada komunikasi, menurut saya agak hampir sama tujuannya, yaitu untuk memastikan, apakah orang lain tetap pada jalur yang kita inginkan atau tidak, jika fungsi kontrol menggunakan cara yang lebih force(memaksa dan memberikan konsekuensi2 nyata), fungsi motivasi lebih kepada cara-cara yang sifatnya soft, lembut namun biasanya langsung mengarah kepada nuraninya 
  • Ekspresi emosi kita bisa menyampaikan apa yang emosi kita rasakan melalui komunikasi, pada level ini, kita biasanya hanya butuh untuk didengar untuk membagi beban emosi kita kepada orang lain, namun tak jarang kita mengharapkan advice dan tanggapan lisan dari orang lain 


Ruang Lingkup Komunikasi 


Komunikasi yang dilakukan oleh seseorang untuk menyampaikan sesuatu lewat bahasa atau simbol – simbol tertentu dengan orang lain. dimana manusia sebagai peran utamanya baik langsung bertatap muka ataupun melalui media karena itu yang disebut komunikasi antar manusia.


2. Motivasi 
Motivasi adalah cara untuk mendorong gairah kerja bawahan atau kerabat, agar mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan keterampilanya untuk sebuah organisasi atau perusahaan. Metode – metode motivasi ada 2 (dua) yaitu motivasi langsung dan tidak langsung.
  • Motivasi langsung adalah motivasi yang berkaitan dengan materil ataupun non materil yang di berikan secara langsung kepada setiap individu agar dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasanya. motivasi langsung jadi sifatnya khusus seperti pujian, THR, Bonus, dan sebagainya. 
  • Motivasi tidak langsung adalah motivasi yang di berikan dengan fasilitas – fasilitas yang dapat mempermudah seseorang dalam pekerjaanya maupun dalam kehidupan sehari – hari. Motivasi ini besar pengaruhnya untuk menambah semangat kerja para karyawan. 

Jenis-Jenis Motivasi :
  • Motivasi Intrinsik, yaitu motivasi yang datang secara alamiah atau murni dari diri sendiri, seperti adanya rasa ingin maju di dalam diri untuk merubah dirinya menjadi lebih baik. 
  • Motivasi Ekstrinsik, yaitu motivasi yang datang disebabkan adanya suatu dorongan dari orang lain, seperti adanya pemberian nasehat dari orang lain, Hadiah, Sanksi, dan Sebagainya. 

Alat-Alat Motivasi :
yang di maksud dengan alat motivasi adalah suatu alat yang dapat mendorong kita atau memotivasikan kita agar tujuan yang kita inginkan tercapai seperti :
  • Uang, uang adalah salah satu alat motivasi terkuat yang di butuhkan dalam kehidupan sehari – hari. 
  • Kompetisi, kompetisi adalah suatu persaingan yang dapat memotivasikan seseorang agar bisa memenangkan persaingan tersebut. dsb. 

3. Koordinasi
Koordinasi adalah proses untuk memadukan tujuan dan aktivitas dari unit-unit yang ada, supaya tujuan secara keseluruhan dapat tercapai. Tanpa koordinasi, ada kemungkinan masing-masing kerja keras, tetapi kurang mendukung organisasi bahkan merugikan organisasi.

Mengapa Koordinasi Penting Dalam Suatu Organisasi.
Karena, organisasi mempunyai karakteristik-karakteristik yaitu mempunyai struktur, tujuan, dan saling berhubungan satu bagian dengan bagian yang lain. Sifat ketergantungan antar bagian menandakan bahwa organisasi adalah suatu sistem, sehingga jika ada bagian yang terpecah atau ada masalah, maka akan ada misskomunikasi dan organisasi itu tidak akan berjalan sesuai dengan tujuan awal.

Cara Untuk Mewujudkan Koordinasi Dengan Baik.
  • Adanya kontak langsung dari mereka yang kegiatannya harus dikoordinasikan.
  • Koordinasi dimulai pada tahap yang paling awal sebelum kebijaksanaan dibentuk secara lengkap. 
  • Koordinasi merupakan suatu proses yang berkelanjutan. 


kunjungi juga :
http://pronamadukabsmg.blogspot.co.id/
https://kusumagraphix.blogspot.co.id/

Tuesday, December 20, 2016

Pemahaman Tentang Pemberdayaan Masyarakat

A. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat

Empowerment yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti pemberdayaan adalah sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan barat utamanya Eropa. Untuk memahami konsep empowerment secara tepat dan jernih memerlukan upaya pemahaman latar belakang kontekstual yang melahirkannya.

Secara konseptual pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment) berasal dari kata power (kekuasaan atau keberdayaaan), karena ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan niat mereka. Ilmu sosial tradisional menekankan bahwa kekuasaan berkaitan dengan pengaruh dan kontrol.

Pengertian ini mengasumsikan bahwa kekuasaan sebagai suatu yang tidak berubah atau tidak dapat dirubah.Kekuasaan senantiasa tercipta dan hadir dalam konteks relasi sosial antar manusia. Karena itu kekuasaan dan hubungan kekuasaan dapat berubah. Dengan pemahaman kekuasaan seperti itu, pemberdayaan sebagai sebuah proses perubahan kemudian memiliki konsep yang bermakna. 

B. Beberapa Definisi Pemberdayaan Masyarakat

- Pemberdayaan menurut Suhendra (2006:74-75) adalah “suatu kegiatan yang berkesinambungan, dinamis, secara sinergis mendorong keterlibatan semua potensi yang ada secara evolutif dengan keterlibatan semua potensi”.

- Selanjutnya pemberdayaan menurut Ife (dalam Suhendra, 2006:77) adalah “meningkatkan kekuasaan atas mereka yang kurang beruntung (empowerment aims to increase the power of disadvantage)”.

- Sedangkan menurut Widjaja (2003:169) pemberdayaan masyarakat adalah upaya meningkatkan kemampuan dan potensi yang dimiliki masyarakat, sehingga masyarakat dapat mewujudkan jati diri, harkat dan martabatnya secara maksimal untuk bertahan dan mengembangkan diri secara mandiri baik di bidang ekonomi, sosial, agama dan budaya.

- Lebih lanjut Kartasasmita (1995:95) mengemukakan bahwa upaya memberdayakan rakyat harus dilakukan melalui tiga cara yakni :
  1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang. Kondisi ini berdasarkan asumsi bahwa setiap individu dan masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Hakikat dari kemandirian dan keberdayaan rakyat adalah keyakinan dan potensi kemandirian tiap individu perlu untuk diberdayakan. Proses pemberdayaan masyarakat berakar kuat pada proses kemandirian tiap individu, yang kemungkinan meluas ke keluarga, serta kelompok masyarakat baik ditingkat lokal maupun nasional.
  2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat dengan menerapkan langkah-langkah nyata, menampung berbagai masukan, menyediakan prasarana dan sasaran yang baik fisik (irigasi, jalan, dan listrik). Maupun sosial (sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan) yang dapat diakses oleh masyarakat lapisan paling bawah. Terbentuknya akses pada berbagai peluang akan membuat rakyat makin berdaya, seperti tersedianya lembaga-lembaga pendanaan, pelatihan, dan pemasaran. Dalam upaya pemberdayaan masyarakat ini yang penting antara lain adalah peningkatan mutu dan perbaikan sarana pendidikan dan kesehatan, serta akses pada sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar.
  3. Memberdayakan masyarakat dalam arti melindungi dan membela kepentingan masyarakat yang lemah. Dalam proses pemberdayaan harus dicegah jangan sampai yang lemah bertambah lemah atau mungkin terpinggirkan dalam menghadapi yang kuat oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi dan membela harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang dan eksploitasi atas yang lemah.
Dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan merupakan suatu kegiatan meningkatkan kekuasaan kepada masyarakat yang kurang beruntung secara berkesinambungan, dinamis, serta berupaya untuk membangun daya itu untuk mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran masyarakat agar ikut serta terlibat dalam mengelolah semua potensi yang ada secara evolutif. Dan ada juga pengertian pemberdayaan oleh para ahli yang lainnya.

- Menurut Adisasmita (2006:35)” Pemberdayaan masyarakat adalah upaya pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya masyarakat pedesaan yang lebih efektif dan efesien, seperti:
  1. Aspek masukan atau input seperti Sumber Daya Manusia (SDM) , dana, peralatan atau sarana, data, rencana, teknologi.
  2. Aspek proses seperti pelaksanaan, monitoring dan pengawasan.
  3. Aspek keluaran dan out put seperti pencapaian sasaran, efektivitas dan efisiensi.
- Menurut Sumaryadi (2005:11) pemberdayaan masyarakat adalah "upaya mempersiapkan masyarakat seiring dengan langkah upaya memperkuat kelembagaan masyarakat agar mereka mampu mewujudkan kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan dalam suasana keadilan sosial yang berkelanjutan". Selain itu pemberdayaan masyarakat menurut Sumaryadi juga pada dasarnya sebagai berikut:

  1. Membantu pengembangan manusiawi yang autentik dan integral dari masyarakat lemah, rentan, miskin perkantoran, masyarakat adat yang terbelakang, kaum muda pencari kerja, kaum cacat dan kelompok wanita yang didiskriminasikan/dikesampingkan.
  2. Memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat tersebut secara sosial ekonomis sehingga mereka dapat lebih mandiri dan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup mereka, namun sanggup berperan serta dalam pengembangan masyarakat. Dari pendapat tersebut maka, pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan.
- Sedangkan menurut Prijono dan Pranaka (1996:105-106) mengemukakan bahwa pemberdayaan masyarakat harus dilakukan melalui tiga cara, yaitu :

  1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang kondisi ini berdasarkan asumsi bahwa setiap individu dan masyarakat memiliki potensi untuk mengorganisasi dirinya sendiri dan potensi kemandirian tiap individu perlu diberdayakan. Proses pemberdayaan masyarakat berakar kuat pada proses kemandirian tiap individu, yang kemudian meluas ke keluarga, serta kelompok masyarakat baik di tingkat lokal maupun nasional.
  2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat dengan menerapkan langkah-langkah nyata, menampung berbagai masukan, menyediakan prasarana baik fisik (irigasi,jalan,dan listrik) maupun sosial (sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan) yang dapat diakses oleh masyarakat lapisan paling bawah. Terbentuknya akses pada berbagai peluang akan membuat masyarakat semakin berdaya, seperti tersedianya lembaga-lembaga pendanaan, pelatihan, dan pemasaran di pedesaan, dalam upaya memberdayakan masyarakat ini yang penting antara lain adalah peningkatan mutu dan perbaikan sarana pendidikan dan kesehatan serta akses pada sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar.
  3. Memberdayakan masyarakat dalam arti melindungi dan membela kepentingan masyarakat lemah. Dalam proses pemberdayaan harus dicegah jangan sampai yang lemah bertambah lemah atau makin terpinggirkan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi dan membela harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang dan eksploitasi atas yang lemah.
Berdasarkan pada beberapa konsep diatas, saya menyimpulkan bahwa pemberdayaan adalah upaya membangun daya itu untuk mendorong (Encourage), memotivasi dan membangkitkan kesadaran dan dapat dijelaskan bahwa pemberdayaan masyarakat berarti meningkatkan kemampuan atau meningkatkan kemandirian masyarakat dari yang kurang berdaya menjadi lebih berdaya, bukan membuat masyarakatnya menjadi tergantung pada berbagai program pembangunan yang ada, tetapi yang harus dihasilkan dan dinikmati atas hasil usaha sendiri. Selain itu upaya memberdayakan masyarakat dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu 
  1. Memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang.
  2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki, dan memberdayakan masyarakat dalam arti melindungi dan membela kepentingan masyarakat lemah.
  3. Pemberdayaan bukan hanya meliputi individu-individu dalam masyarakat saja, tetapi juga unsur-unsur pranata penduduknya.
Misalnya, nilai-nilai modern, kerja keras, hemat, kemerdekaan, rasa tanggung jawab dan sebagainya. Demikian pula dengan pembaharuan lembaga-lembaga sosial dan pengintegrasiannya kedalam kegiatan-kegiatan pembangunan serta peranan masyarakat didalamnya. 


Sumber :
  • Suhendra, 2006. Peranan Birokrasi dalam Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Alfabeta.
  • Widjaja, HAW. 2003. Otonomi Desa Merupakan Otonomi Asli Bulat dan Utuh. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
  • Kartasasmita, Ginjar 1995. Pemberdayaan Masyarakat Sebuah Tinjauan Administrasi Pidato Pengakuan Jabatan Guru Besar Dalam Ilmu Administrasi Pada Fakultas Ilmu Administrasi. Malang: Universitas Brawijaya.
  • Sumaryadi, I Nyoman, 2005. Perencanaan Pembangunan Daerah Otonom dan Pemberdayaan Masyarakat. CV. Citra Utama, Jakarta
  • Teori pada buku yang di terbitkan oleh Adisasmita pada tahun 2006
  • Teori pada buku yang di terbitkan oleh Prijono dan Pranaka pada tahun 1996

Monday, December 19, 2016

Organisasi Belajar & Kepemimpinan dalam Organisasi



1. Pengertian Organisasi Belajar (OB)

Organisasi belajar (Learning Organization/OL), akhir-akhir ini telah menjadi fokus perhatian yang cukup besar dalam perkembangan organisasi yang ada dalam masyarakat. Banyak disiplin ilmu yang telah berkontribusi dalam pemahaman organisasi belajar, seperti: psikologi, ilmu manajemen, pemasaran, manajemen produksi, sosiologi, antropologi,hukum, budaya, dll.

Beberapa definisi dari organisasi belajar telah muncul dari berbagai literatur. Beberapa definisi yang paling populer adalah sebagaimana diungkapkan beberapa tokoh berikut. Senge (1990) mendefinisikan, LO adalah proses memfasilitasi pembelajaran bagi individu atau group yang dilakukan secara sadar dan bersama-sama dalam mentransformasikan pengelolaan dan penggunaan pengetahuan dalam mencapai tujuan organisasi secara terus menerus sehingga mencapai suatu kapasitas yang semakin luas. Sementara itu, Marquardt (2002) mendefiniskan, LO adalah sebagai suatu organisasi yang belajar secara kolektif dan bersemangat, dan terus menerus mentransformasikan dirinya pada pengumpulan, pengelolaan, dan penggunaan pengetahuan yang lebih baik bagi keberhasilan perusahaan.

Di sisi lain, Garvin (1993; dikutip oleh Kreitner, 1995: 276) memiliki pandangan berbeda dengan Senge dan Marquardt. Menurut Garvin, sebuah organisasi belajar adalah organisasi terampil membuat, memperoleh, dan mentransfer pengetahuan, dan untuk memodifikasi perilaku untuk mencerminkan pengetahuan dan wawasan baru. Definisi Garvin terhadap OL mengandalkan persyaratan, bahwa suatu organisasi harus dapat memenuhi persyaratan tersebut untuk menjadi organisasi yang belajar.

Ketiga pendapat tersebut di atas masing-masing memiliki perbedaan dan persamaan. Jika Marquardt lebih menitikberatkan pada aspek OL sebagai wadah, maka Senge dan Garvin lebih menitikberatkan kepada proses. Hanya saja, Senge lebih fokus kepada proses softskill sementra Garvin lebih kepada penguasaan hardskill dalam OL. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa OL adalah suatu wadah di mana orang-orang secara sadar melakukan proses pembelajaran secara terus menerus atas suatu kemampuan (softskill dan hardskill) untuk menghasilkan dan menggeneralisasikan gagasan baru dengan kuat yang berkaitan dengan pengembangan sumber daya individu atau kelompok dalam organisasi sehingga tercapai tujuan bersama.

2. Kepemimpinan dalam Organisasi Belajar (OB)

Peter Senge menjelaskan, bahwa body of knolwledge secara praktis, adalah disiplin ke lima yang dalam hal ini adalah berpikir sistem (system thinking). Kegagalan dalam organisasi, karena keempat disiplin yang ada dalam OL belum terwadahi oleh suatu sistem. Senge dan Marquart menganggap bahwa setiap orang mempunyai potensi yang tersembunyi yang patut untuk dibangkitkan agar bisa berkembang dan bisa dipergunakan untuk pencapaian tujuan organisasi yang didalam termasuk tujuan individu sendiri.

Oleh karena itu, dalam sebuah organisasi diperlukan adanya sebuah kepemimpinan (leadership). Leadership yang digunakan dalam OB itu adalah bukanlah orang yang dominan dalam organisiasi, tetapi bagaimana dia bisa menganggap orang dalam sebuah organisasi sebagai colega, tidak ada yang menonjol sendiri-sendiri, tidak unik yang melebihi dari orang lain yang dapat berpikir sistem. Dalam konteks ini, maka pemimpin menurut Senge, adalah sebagai designer, sebagai stewardess (pelayan), teacher, dan kepemimpinan bersama (share leadership) setiap orang bisa dilatih sebagai pemimpin.

Jika sudah dilatih sebagai pemimpin, setiap orang menjadi pemimpin dan memiliki waktu, maka orang tersebut akan menunjukkan kemampuannya. Hal ini dapat dianalogikan seperti filosofi Burung Angsa (geese) membentuk huruf V dalam bermigrasi ke suatu tempat. Siapapun di depan atau di belakang semua konsistem ke tujuannya. Regenerasi kepemimpinan berjalan dengan baik, berjalan demikratis, kolegial.

Oleh Marquart, LO adalah bukan where tetapi which…learn powerfully…., melihat dari sudut pandang proses… Sehingga OB memberdayakan orang-orang baik di dalam maupun diluar organisasi sambil bekerja. Marquardt lebih mengarahkan model belajar organisasi. Karakteristik OB menurut Marquart, adalah: 
  1. Belajar semua dan terus menerus; 
  2. Berpikir sistem; 
  3. Akses informasi; 
  4. Budaya kelembagaan positif; 
  5. Aspirasi dan koseptualisasi bersama; 
  6. Menyesuaikan, memperbaharui dan meningkatkan diri.
OB mulai belajar dari TOP pimpinan TOP-DOWN. Setiap orang perlu belajar dari OB, sehingga diperlukan belajar dalam kelompok-kelompok yang belajar secara sistematis. Jika hanya individunya saja yang belajar tetapi tidak ada belajar secara kelompok, maka dipastikan bukanlah sebagai OB. Organisasi belajar dapat digambarkan sebagai berikut: individu → kelompok → organisasi terus-menerus.

Marquardt menyebutkan apa yang dikataknnya dengan Deutero Learning, yaitu belajar dan mengetahui apa yang perlu dipelajari. Jika semua belajar secara terus menerus maka akan terjadi belajar sepanjang hayat (life long learning), maka organisasi tersebut akan sustainable, bertahan, berkembang dan bersaing. Berpikir sistem menurut Marquardt bertujuan untuk menghilangkan egosentris, tidak ada yang menonjol. Pandangan ini tentu saja lebih luas lagi dari apa yang diungkapkan Senge.

Akses Informasi setiap orang dapat dengan mudah mendapatkan informasi-informasi, terbuka, open management, karena informasi sangat penting maka jaringan informasi sangat penting dalam OB. Budaya Kelembagaan yang positif → budaya berangkat dari perilaku menjadi kebiasaan dan kebiasaan menjadi budaya. Iklim organisasi akan sehat jika budayanya sehat dan positif. Misalkan karir berdasarkan Merit Sistem → karir berdasarkan prestasi dan kemampuan. Aspirasi dan konseptualisasi bersama → setiap orang bebas mengemukakan asprisasinya. Setiap orang dalam organisasi selalu berpikir untuk lebih baik dari hari ke hari, terjadi jika ia belajar → model belajar.

Inti (core) dari kepemimpinan adalah mempengaruhi keputusan melalui proses pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan adalah proses menentukan pilihan dan mempengaruhi seseorang dalam menentukan pilihannya. Seseorang terpengaruh dengan keinginan kita karena pilihan kita menurut kita memiliki nilai (value) dan fakta. Sedangkan jika tidak bisa mempengaruhi seseorang karena pilihan yang kita berikan tidak dapat memasuki ZOA (Zona of Acceptance : value dan fact)

Misalkan ada beberapa pilihan A, B, C, D. kita mempengaruhi seseorang untuk memilih B dengan resiko menghilangkan kesempatan pilihan A, C dan D. Dari pilihan B tersebut akan memberikan konsekuensi yang dapat merubah perilaku seseorang. Pengambilan keputusan menjadi sasaran Kepemimpinan (core of leadership).

LEADERSHIP SKILL 
  • melihat secara horizontal (kesamping), mempengaruhi dalam konteks persuade (lebih mengarah mental model sehingga memiliki motivasi) 
  • Do The right thing’s = melakukan hal-hal yang benar (berkaitan dengan value) 
  • Berfokus pada Long term 
  • Menggunakan kebijaksanaan (wisdom), lebih banyak berangkat dari hati 
  • Mengajak seseorang untuk berkembang dan belajar untuk membuat orbit baru 
MANAGER SKILL 
  • melihat kebawah dalam rangka mengelola bawahan dalam rangka mencapai target, mengawasi (control) àdirect , monev (monitoring dan evaluasi).
  • Do the things right = melakukan hal-hal dengan benar (berkaitan dengan fact)
  • Daily activities (short term)
  • Rules berangkat dari rasional, lebih banyak berangkat dari otak.
  • Membuat seseorang mapan tetapi tidak berkembang (orbitnya tetap)
Setiap orang memiliki kedua skill tersebut, hanya harus bisa menempatkan kapan dia sebagai manager dan kapan sebagai leader. Manager mendistribusikan otoritas. Orang dalam organisasi memiliki legitimate power dari organisasi. Orang diluar organisasi tidak memperoleh otoritas, legitimate power dari organisasi. OB dimulai dari atas karena semuanya diputuskan dari atas seperti empowering, fasilitas dari atas, pengakuan dari atas, dst. semua berawal dari atas. Teladan juga harus dari atas.

Penyebaran (influencing) didalam mempengaruhi harus ada komunikasi, sebagaimana dapat di gambarkan berikut ini:

Leader                    Follower
                                                  Komunikasi
                 Evironment 

Ada 3 jenis gaya kepemimpinan, yaitu: 

  1. Otoriter (centralisasi), pengambilan keputusan lebih banyak dilakukan di pusat daripada di daerah;
  2. Demokrasi (partisipasi), follwer berpastisipasi (seimbang); dan
  3. Bebas. 
Apakah otoriter itu jelek? Tidak juga semua tergantung kondisi (ada saatnya kita otoriter). Jika suatu organisasi melakukan learning organisasi dan setiap orang menjadi pemimpin sehingga ada saatnya tidak memerlukan seorang pemimpin, disanalah organisasi tersebut bisa berinovasi dan change.

Ketika dalam keadaan darurat, kritis dan mendesak, seorang pemimpin bisa bertindak otoriter karena tidak memungkinkan untuk berdiskusi lagi, dan setelah masa kritis itu lewat maka keputusan tersebut harus dievaluasi kembali. Sehingga semua gaya kepemimpinan memiliki saatnya sendiri-sendiri. Kapan gaya itu diterapkan sesuaikan dengan kondisi.

3. Langkah-langkah Membangun OB

Hal yang penting dalam membangun OB adalah komitmen bersama menjadi OB. Dalam hal ini harus mendorong birokrasi dan merampingkan struktur. Birokrasi terkait dengan tugas dalam fungsi, tata kelola OB secara baik. Birokrasi tidak bagus jika terjadi disfungsi sehingga tujuan tidak tercapai. Mendorong birokrasi menjadi selayaknya dan merampingkan struktur artinya mengarahkan flat organisasi bukan tall organisasi, ahli dan mengetahui apa yang dikerjakan. Hal yang penting adalah koordinasi dan monitoring.

Empowering → Memberikan pengetahuan, kemampuan dan kesempatan belajar lebih lanjut dan memfasilitasi, memberikan sumber daya lain dalam memberdayakan skill yang dimiliki, dan memberikan reward. Reward dalam hal ini tidak dalam bentuk uang financial atau materi semata, tetapi idelaisme juga bisa dianggap reward. Dalam konteks ini, maka pemimpin tidak harus lebih pintar dari anggota organisasinya. Masing-masing organisasi memiliki nilai (value) dan ada kode etik dalam setiap organisasi dan harus taat dengan kode etik tersebut. Jika tidak menjaga komitmen, maka mereka telah melanggar kesepakatan. Tujuan adanya kode etik agar organisisi tersebut mampu bersaing, dan berkembang serta survive.

Tujuan keberhasilan transformasi untuk menjadi OB, adalah: 
  1. Membangun keinginan/kebutuhan kuat menjadi OB; 
  2. Membentuk koalisi yang kuat mendorong OB bersinergi, memadukan kesamaan antar organisasi di ibaratkan seperti diagram venn (irisan) menggabungkan kesamaan didalam perbedaan untuk menghasilkan kekuatan baru (added value);
  3. Merumuskan visi OB; 
  4. Mengkomunikasikan dan mewujudkan visi; 
  5. Menyingkirkan hambatan-hambatan yang menghalangi usaha-usaha mewujudkan visi baru OB (birokrasi, persaingan, kontrol, komunikasi, kepemimpinan, hirarki). Jika birokrasi menghambat OB maka birokrasi yang diperbaiki, persaingan yang sehat, kontrol → tanggung jawab, komunikasi → komunikasi yang tidak bertanggungjawab (gosip), hirarki pembagian tugas dan tanggung jawab; 
  6. Menciptakan hasil-hasil jangka pendek;
  7. Mengkonsolidasikan kemajuan yang diperoleh dan di dorong untuk terus maju;
  8. Menanamkan perubahan dalam budaya organisasi.
Faktor-faktor pendukung OB, adalah: 
  1. Tuntutan lingkungan;
  2. Kesenjangan kinerja;
  3. Perhatian terhadap pengukuran;
  4. Pola pikir bereksperimen;
  5. Iklim keterbukaan;
  6. Pendidikan berkelanjutan; dan
  7. Keragaman kegiatan.
4. Transisi Menuju OB 

Marquardt menggambarkan OB seperti kupu-kupu yang penuh kekuatan (powerfull), bukan seperti ulat → organisasi yang tidak atau lamban belajar. OB layaknya kupu-kupu yang berasal dari kepompong → reforming, reengineering, restructuring, refocusing. Oleh karena itu, Marquardt menggambarkan OB dalam bagan berikut:

Systems Learning Organization Model (Marquardt, 2002: 24).

Learning berada di tengah-tengah karena tanpa belajar semua tidak akan berjalan. 
Adaptif learning → belajar merefleksikan pengalaman sebelumnya kemudian memodifiksinya untuk tindakan yang akan datang = parsial learning. 
Anticipatory learning → belajar mengantisipasi yang akan dihadapi. Action learning → learning by doing, 
Self directed learning → berupaya bagaimana caranya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. 
Deutero → learn how to learn → anticipatory.

Apa yang bisa dipelajari dalam organisasi? Menurut Marquardt, adalah: 
  1. Visi; 
  2. Culture (budaya), dapat merubah perilaku orang lain dan perubahan itu adalah proses belajar; 
  3. Strategi; dan 
  4. Struktur, yaitu belajar berkomunikasi secara terstruktur.

DAFTAR RUJUKAN :
  • Kreitner, R. 1995. Management (6th ed.). Boston: Houghton Company.
  • Marquardt, Michael J. 2002. Building The Learning Organization. Palo Alto CA: Davies-Black Publishing, Inc.
  • Senge, Peter M. 1994. The Fifh Discipline The Art and Practice of The Learning Organizatin. New York: Bantam Doubleday Dell Publishing Group, Inc.



Skema Kerja Pengurus dan CIS



kunjungi juga :