1. Pengertian Organisasi Belajar (OB)
Organisasi belajar (Learning Organization/OL), akhir-akhir ini telah menjadi fokus perhatian yang cukup besar dalam perkembangan organisasi yang ada dalam masyarakat. Banyak disiplin ilmu yang telah berkontribusi dalam pemahaman organisasi belajar, seperti: psikologi, ilmu manajemen, pemasaran, manajemen produksi, sosiologi, antropologi,hukum, budaya, dll.
Beberapa definisi dari organisasi belajar telah muncul dari berbagai literatur. Beberapa definisi yang paling populer adalah sebagaimana diungkapkan beberapa tokoh berikut. Senge (1990) mendefinisikan, LO adalah proses memfasilitasi pembelajaran bagi individu atau group yang dilakukan secara sadar dan bersama-sama dalam mentransformasikan pengelolaan dan penggunaan pengetahuan dalam mencapai tujuan organisasi secara terus menerus sehingga mencapai suatu kapasitas yang semakin luas. Sementara itu, Marquardt (2002) mendefiniskan, LO adalah sebagai suatu organisasi yang belajar secara kolektif dan bersemangat, dan terus menerus mentransformasikan dirinya pada pengumpulan, pengelolaan, dan penggunaan pengetahuan yang lebih baik bagi keberhasilan perusahaan.
Di sisi lain, Garvin (1993; dikutip oleh Kreitner, 1995: 276) memiliki pandangan berbeda dengan Senge dan Marquardt. Menurut Garvin, sebuah organisasi belajar adalah organisasi terampil membuat, memperoleh, dan mentransfer pengetahuan, dan untuk memodifikasi perilaku untuk mencerminkan pengetahuan dan wawasan baru. Definisi Garvin terhadap OL mengandalkan persyaratan, bahwa suatu organisasi harus dapat memenuhi persyaratan tersebut untuk menjadi organisasi yang belajar.
Ketiga pendapat tersebut di atas masing-masing memiliki perbedaan dan persamaan. Jika Marquardt lebih menitikberatkan pada aspek OL sebagai wadah, maka Senge dan Garvin lebih menitikberatkan kepada proses. Hanya saja, Senge lebih fokus kepada proses softskill sementra Garvin lebih kepada penguasaan hardskill dalam OL. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa OL adalah suatu wadah di mana orang-orang secara sadar melakukan proses pembelajaran secara terus menerus atas suatu kemampuan (softskill dan hardskill) untuk menghasilkan dan menggeneralisasikan gagasan baru dengan kuat yang berkaitan dengan pengembangan sumber daya individu atau kelompok dalam organisasi sehingga tercapai tujuan bersama.
2. Kepemimpinan dalam Organisasi Belajar (OB)
Peter Senge menjelaskan, bahwa body of knolwledge secara praktis, adalah disiplin ke lima yang dalam hal ini adalah berpikir sistem (system thinking). Kegagalan dalam organisasi, karena keempat disiplin yang ada dalam OL belum terwadahi oleh suatu sistem. Senge dan Marquart menganggap bahwa setiap orang mempunyai potensi yang tersembunyi yang patut untuk dibangkitkan agar bisa berkembang dan bisa dipergunakan untuk pencapaian tujuan organisasi yang didalam termasuk tujuan individu sendiri.
Oleh karena itu, dalam sebuah organisasi diperlukan adanya sebuah kepemimpinan (leadership). Leadership yang digunakan dalam OB itu adalah bukanlah orang yang dominan dalam organisiasi, tetapi bagaimana dia bisa menganggap orang dalam sebuah organisasi sebagai colega, tidak ada yang menonjol sendiri-sendiri, tidak unik yang melebihi dari orang lain yang dapat berpikir sistem. Dalam konteks ini, maka pemimpin menurut Senge, adalah sebagai designer, sebagai stewardess (pelayan), teacher, dan kepemimpinan bersama (share leadership) setiap orang bisa dilatih sebagai pemimpin.
Jika sudah dilatih sebagai pemimpin, setiap orang menjadi pemimpin dan memiliki waktu, maka orang tersebut akan menunjukkan kemampuannya. Hal ini dapat dianalogikan seperti filosofi Burung Angsa (geese) membentuk huruf V dalam bermigrasi ke suatu tempat. Siapapun di depan atau di belakang semua konsistem ke tujuannya. Regenerasi kepemimpinan berjalan dengan baik, berjalan demikratis, kolegial.
Oleh Marquart, LO adalah bukan where tetapi which…learn powerfully…., melihat dari sudut pandang proses… Sehingga OB memberdayakan orang-orang baik di dalam maupun diluar organisasi sambil bekerja. Marquardt lebih mengarahkan model belajar organisasi. Karakteristik OB menurut Marquart, adalah:
- Belajar semua dan terus menerus;
- Berpikir sistem;
- Akses informasi;
- Budaya kelembagaan positif;
- Aspirasi dan koseptualisasi bersama;
- Menyesuaikan, memperbaharui dan meningkatkan diri.
OB mulai belajar dari TOP pimpinan TOP-DOWN. Setiap orang perlu belajar dari OB, sehingga diperlukan belajar dalam kelompok-kelompok yang belajar secara sistematis. Jika hanya individunya saja yang belajar tetapi tidak ada belajar secara kelompok, maka dipastikan bukanlah sebagai OB. Organisasi belajar dapat digambarkan sebagai berikut: individu → kelompok → organisasi terus-menerus.
Marquardt menyebutkan apa yang dikataknnya dengan Deutero Learning, yaitu belajar dan mengetahui apa yang perlu dipelajari. Jika semua belajar secara terus menerus maka akan terjadi belajar sepanjang hayat (life long learning), maka organisasi tersebut akan sustainable, bertahan, berkembang dan bersaing. Berpikir sistem menurut Marquardt bertujuan untuk menghilangkan egosentris, tidak ada yang menonjol. Pandangan ini tentu saja lebih luas lagi dari apa yang diungkapkan Senge.
Akses Informasi setiap orang dapat dengan mudah mendapatkan informasi-informasi, terbuka, open management, karena informasi sangat penting maka jaringan informasi sangat penting dalam OB. Budaya Kelembagaan yang positif → budaya berangkat dari perilaku menjadi kebiasaan dan kebiasaan menjadi budaya. Iklim organisasi akan sehat jika budayanya sehat dan positif. Misalkan karir berdasarkan Merit Sistem → karir berdasarkan prestasi dan kemampuan. Aspirasi dan konseptualisasi bersama → setiap orang bebas mengemukakan asprisasinya. Setiap orang dalam organisasi selalu berpikir untuk lebih baik dari hari ke hari, terjadi jika ia belajar → model belajar.
Inti (core) dari kepemimpinan adalah mempengaruhi keputusan melalui proses pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan adalah proses menentukan pilihan dan mempengaruhi seseorang dalam menentukan pilihannya. Seseorang terpengaruh dengan keinginan kita karena pilihan kita menurut kita memiliki nilai (value) dan fakta. Sedangkan jika tidak bisa mempengaruhi seseorang karena pilihan yang kita berikan tidak dapat memasuki ZOA (Zona of Acceptance : value dan fact)
Misalkan ada beberapa pilihan A, B, C, D. kita mempengaruhi seseorang untuk memilih B dengan resiko menghilangkan kesempatan pilihan A, C dan D. Dari pilihan B tersebut akan memberikan konsekuensi yang dapat merubah perilaku seseorang. Pengambilan keputusan menjadi sasaran Kepemimpinan (core of leadership).
LEADERSHIP SKILL
- melihat secara horizontal (kesamping), mempengaruhi dalam konteks persuade (lebih mengarah mental model sehingga memiliki motivasi)
- Do The right thing’s = melakukan hal-hal yang benar (berkaitan dengan value)
- Berfokus pada Long term
- Menggunakan kebijaksanaan (wisdom), lebih banyak berangkat dari hati
- Mengajak seseorang untuk berkembang dan belajar untuk membuat orbit baru
MANAGER SKILL
- melihat kebawah dalam rangka mengelola bawahan dalam rangka mencapai target, mengawasi (control) àdirect , monev (monitoring dan evaluasi).
- Do the things right = melakukan hal-hal dengan benar (berkaitan dengan fact)
- Daily activities (short term)
- Rules berangkat dari rasional, lebih banyak berangkat dari otak.
- Membuat seseorang mapan tetapi tidak berkembang (orbitnya tetap)
Setiap orang memiliki kedua skill tersebut, hanya harus bisa menempatkan kapan dia sebagai manager dan kapan sebagai leader. Manager mendistribusikan otoritas. Orang dalam organisasi memiliki legitimate power dari organisasi. Orang diluar organisasi tidak memperoleh otoritas, legitimate power dari organisasi. OB dimulai dari atas karena semuanya diputuskan dari atas seperti empowering, fasilitas dari atas, pengakuan dari atas, dst. semua berawal dari atas. Teladan juga harus dari atas.
Penyebaran (influencing) didalam mempengaruhi harus ada komunikasi, sebagaimana dapat di gambarkan berikut ini:
Leader Follower
Komunikasi
Evironment
Ada 3 jenis gaya kepemimpinan, yaitu:
- Otoriter (centralisasi), pengambilan keputusan lebih banyak dilakukan di pusat daripada di daerah;
- Demokrasi (partisipasi), follwer berpastisipasi (seimbang); dan
- Bebas.
Apakah otoriter itu jelek? Tidak juga semua tergantung kondisi (ada saatnya kita otoriter). Jika suatu organisasi melakukan learning organisasi dan setiap orang menjadi pemimpin sehingga ada saatnya tidak memerlukan seorang pemimpin, disanalah organisasi tersebut bisa berinovasi dan change.
Ketika dalam keadaan darurat, kritis dan mendesak, seorang pemimpin bisa bertindak otoriter karena tidak memungkinkan untuk berdiskusi lagi, dan setelah masa kritis itu lewat maka keputusan tersebut harus dievaluasi kembali. Sehingga semua gaya kepemimpinan memiliki saatnya sendiri-sendiri. Kapan gaya itu diterapkan sesuaikan dengan kondisi.
3. Langkah-langkah Membangun OB
Hal yang penting dalam membangun OB adalah komitmen bersama menjadi OB. Dalam hal ini harus mendorong birokrasi dan merampingkan struktur. Birokrasi terkait dengan tugas dalam fungsi, tata kelola OB secara baik. Birokrasi tidak bagus jika terjadi disfungsi sehingga tujuan tidak tercapai. Mendorong birokrasi menjadi selayaknya dan merampingkan struktur artinya mengarahkan flat organisasi bukan tall organisasi, ahli dan mengetahui apa yang dikerjakan. Hal yang penting adalah koordinasi dan monitoring.
Empowering → Memberikan pengetahuan, kemampuan dan kesempatan belajar lebih lanjut dan memfasilitasi, memberikan sumber daya lain dalam memberdayakan skill yang dimiliki, dan memberikan reward. Reward dalam hal ini tidak dalam bentuk uang financial atau materi semata, tetapi idelaisme juga bisa dianggap reward. Dalam konteks ini, maka pemimpin tidak harus lebih pintar dari anggota organisasinya. Masing-masing organisasi memiliki nilai (value) dan ada kode etik dalam setiap organisasi dan harus taat dengan kode etik tersebut. Jika tidak menjaga komitmen, maka mereka telah melanggar kesepakatan. Tujuan adanya kode etik agar organisisi tersebut mampu bersaing, dan berkembang serta survive.
Tujuan keberhasilan transformasi untuk menjadi OB, adalah:
- Membangun keinginan/kebutuhan kuat menjadi OB;
- Membentuk koalisi yang kuat mendorong OB bersinergi, memadukan kesamaan antar organisasi di ibaratkan seperti diagram venn (irisan) menggabungkan kesamaan didalam perbedaan untuk menghasilkan kekuatan baru (added value);
- Merumuskan visi OB;
- Mengkomunikasikan dan mewujudkan visi;
- Menyingkirkan hambatan-hambatan yang menghalangi usaha-usaha mewujudkan visi baru OB (birokrasi, persaingan, kontrol, komunikasi, kepemimpinan, hirarki). Jika birokrasi menghambat OB maka birokrasi yang diperbaiki, persaingan yang sehat, kontrol → tanggung jawab, komunikasi → komunikasi yang tidak bertanggungjawab (gosip), hirarki pembagian tugas dan tanggung jawab;
- Menciptakan hasil-hasil jangka pendek;
- Mengkonsolidasikan kemajuan yang diperoleh dan di dorong untuk terus maju;
- Menanamkan perubahan dalam budaya organisasi.
Faktor-faktor pendukung OB, adalah:
- Tuntutan lingkungan;
- Kesenjangan kinerja;
- Perhatian terhadap pengukuran;
- Pola pikir bereksperimen;
- Iklim keterbukaan;
- Pendidikan berkelanjutan; dan
- Keragaman kegiatan.
4. Transisi Menuju OB
Marquardt menggambarkan OB seperti kupu-kupu yang penuh kekuatan (powerfull), bukan seperti ulat → organisasi yang tidak atau lamban belajar. OB layaknya kupu-kupu yang berasal dari kepompong → reforming, reengineering, restructuring, refocusing. Oleh karena itu, Marquardt menggambarkan OB dalam bagan berikut:
Systems Learning Organization Model (Marquardt, 2002: 24).
Learning berada di tengah-tengah karena tanpa belajar semua tidak akan berjalan.
Adaptif learning → belajar merefleksikan pengalaman sebelumnya kemudian memodifiksinya untuk tindakan yang akan datang = parsial learning.
Anticipatory learning → belajar mengantisipasi yang akan dihadapi. Action learning → learning by doing,
Self directed learning → berupaya bagaimana caranya untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Deutero → learn how to learn → anticipatory.
Apa yang bisa dipelajari dalam organisasi? Menurut Marquardt, adalah:
- Visi;
- Culture (budaya), dapat merubah perilaku orang lain dan perubahan itu adalah proses belajar;
- Strategi; dan
- Struktur, yaitu belajar berkomunikasi secara terstruktur.
DAFTAR RUJUKAN :
- Kreitner, R. 1995. Management (6th ed.). Boston: Houghton Company.
- Marquardt, Michael J. 2002. Building The Learning Organization. Palo Alto CA: Davies-Black Publishing, Inc.
- Senge, Peter M. 1994. The Fifh Discipline The Art and Practice of The Learning Organizatin. New York: Bantam Doubleday Dell Publishing Group, Inc.